PEMBAHASAN
A. Pengertian
Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung bawaan yang memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium. Defek sekat atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung kanan dan kiri melalui sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat. Defek ini dapat berupa defek sinus venousus di dekat muara vena kava superior, foramen ovale terbuka pada umumnya menutup spontan setelah kelahiran, defek septum sekundum yaitu kegagalan pembentukan septum sekundum dan defek septum primum adalah kegagalan penutupan septum primum yang letaknya dekat sekat antar bilik atau pada bantalan endokard.
Macam-macam defek sekat ini harus ditutup dengan tindakan bedah sebelum terjadinya pembalikan aliran darah melalui pintasan ini dari kanan ke kiri sebagai tanda timbulnya sindrome Eisenmenger. Bila sudah terjadi pembalikan aliran darah, maka pembedahan dikontraindikasikan. Tindakan bedah berupa penutupan dengan menjahit langsung dengan jahitan jelujur atau dengan menambal defek dengan sepotong dakron.
Kelainan ini dibedakan dalam 3 bentuk anatomis, yaitu
a. Defek Sinus Venosus Defek ini terletak di bagian superior dan posterior sekat, sangat dekat dengan vena kava superior. Juga dekat dengan salah satu muara vena pulmonalis.
b. Defek Sekat Sekundum Defek ini terletak di tengah sekat atrium. Defek ini juga terletak pada foramen ovale.
c. Defek Sekat Primum Defek ini terletak dibagian bawah sekat primum, dibagian bawah hanya di batasi oleh sekat ventrikel, dan terjadi karena gagal pertumbuhan sekat primum. Defek sekat primum dikenal dengan ASD I, Defek sinus Venosus dan defek sekat sekundum dikenal dengan ASD II
B. Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.
Faktor-faktor tersebut diantaranya :
Faktor Prenatal
1. Ibu menderita infeksi Rubella
2. Ibu alkoholisme
3. Umur ibu lebih dari 40 tahun
4. Ibu menderita IDDM
5. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
6. Upaya Aborsi
Faktor genetik
1. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
2. Ayah atau ibu menderita PJB
3. Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
4. Lahir dengan kelainan bawaan lain
C. Patofiologi
Pada kasus Atrial Septal Defect yang tidak ada komplikasi, darah yang mengandung oksigen dari Atrium Kiri mengalir ke Atrium Kanan tetapi tidak sebaliknya. Aliran yang melalui defek tersebut merupakan suatu proses akibat ukuran dan complain dari atrium tersebut. Normalnya setelah bayi lahir complain ventrikel kanan menjadi lebih besar daripada ventrikel kiri yang menyebabkan ketebalan dinding ventrikel kanan berkurang. Hal ini juga berakibat volume serta ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan meningkat. Jika complain ventrikel kanan terus menurun akibat beban yang terus meningkat shunt dari kiri kekanan bisa berkurang. Pada suatu saat sindroma Eisenmenger bisa terjadi akibat penyakit vaskuler paru yang terus bertambah berat. Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.
D. Manifestasi klinis
Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala (asimptomatik) pada masa kecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat menyebabkan kondisi gagal jantung di tahun pertama kehidupan pada sekitar 5% penderita. Kejadian gagal jantung meningkat pada dekade ke-4 dan ke-5, dengan disertai adanya gangguan aktivitas listrik jantung (aritmia).
Gejala yang muncul pada masa bayi dan kanak-kanak adalah adanya infeksi saluran nafas bagian bawah berulang, yang ditandai dengan keluhan batuk dan panas hilang timbul (tanpa pilek). Selain itu gejala gagal jantung (pada ASD besar) dapat berupa sesak napas, kesulitan menyusu, gagal tumbuh kembang pada bayi atau cepat capai saat aktivitas fisik pada anak yang lebih besar
Secara garis besar tanda dan gejala dari anak yang mengalami Atrial septal defect adalah
1. Sering mengalami infeksi saluran pernafasan
2. Dispneu (kesulitan dalam bernafas)
3. Kesulitan makan
4. Sering pingsan
5. Keletihan
6. Palpitasi
7. Sianosis
Kegagalan pembentukan septum interatrial semasa janin pada Trimester pertama |
FAKTOR GENETIK |
1. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB 2. Ayah atau ibu menderita PJB 3. Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down 4. Lahir dengan kelainan bawaan lain |
F. Penatalaksanaan
Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani tindakan penutupan pada defek tersebut, karena ASD tidak dapat menutup secara spontan, dan bila tidak ditutup akan menimbulkan berbagai penyulit di masa dewasa. Namun kapan terapi dan tindakan perlu dilakukan sangat tergantung pada besar kecilnya aliran darah (pirau) dan ada tidaknya gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan pembuluh darah paru (hipertensi pulmonal) serta penyulitlain.
Dahulu semua ASD hanya dapat ditangani dengan operasi bedah jantung terbuka. Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak terlambat) memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko minimal (angka kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah). Murphy JG, et.al melaporkan survival (ketahanan hidup) paska opearsi mencapai 98% dalam follow up 27 tahun setelah tindakan bedah, pada penderita yang menjalani operasi di usia kurang dari 11 tahun. Semakin tua usia saat dioperasi maka survival akan semakin menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru.
Namun demikian, tindakan operasi tetap memerlukan masa pemulihan dan perawatan di rumah sakit yang cukup lama, dengan trauma bedah (luka operasi) dan trauma psikis serta relatif kurang nyaman bagi penderita maupun keluarganya. Hal ini memacu para ilmuwan untuk menemukan alternatif baru penutupan ASD dengan tindakan intervensi non bedah (tanpa bedah jantung terbuka), yaitu dengan pemasangan alat Amplatzer Septal Occluder (ASO).
TERAPI INTERVENSI NON BEDAH
ASO adalah alat khusus yang dibuat untuk menutup ASD tipe sekundum secara non bedah yang dipasang melalui kateter secara perkutaneus lewat pembuluh darah di lipat paha (arteri femoralis). Alat ini terdiri dari 2 buah cakram yang dihubungkan dengan pinggang pendek dan terbuat dari anyaman kawat Nitinol yang dapat teregang menyesuaikan diri dengan ukuran ASD. Di dalamnya ada patch dan benang polyester yang dapat merangsang trombosis sehingga lubang/komunikasi antara atrium kiri dan kanan akan tertutup sempurna.
Penutupan ASD secara intervensi non bedah ini menunjukkan hasil yang baik, angka kesakitan periprosedural yang minimal, dapat mengurangi kejadian aritmia atrium dan dapat digunakan pada ASD berdiameter sampai dengan 34 mm. Keuntungan lain adalah risiko infeksi pasca tindakan yang minimal dan masa pemulihan-perawatan di rumah sakit yang lebih singkat, trauma bedah minimal serta secara subyektif dirasakan lebih nyaman bagi penderita dan keluarga karena tidak memerlukan tindakan bedah jantung terbuka. Adapun indikasi dari intervensi ASO sama dengan indikasi operasi, namun harus memenuhi beberapa kriteria khusus
Kendala yang masih muncul adalah besarnya biaya yang diperlukan karena harga alat ASO yang relatif mahal, dan belum adanya jaminan pembiayaan kesehatan yang memadai di negara kita. Vida VL, et.al melaporkan bahwa biaya pemasangan ASO di negara berkembang masih lebih tinggi dibandingkan dengan biaya penutupan ASD dengan tindakan bedah konvesional.
Kriteria penderita ASD yang akan dilakukan pemasangan ASO
1. ASD sekundum
2. Diameter kurang atau sama dengan 34 mm
3. Flow ratio lebih atau sama dengan 1,5 atau terdapat tanda-tanda beban volume pada ventrikel kanan
4. Mempunyai rim minimal 5 mm dari sinus koronarius, katup atrio-ventrikular, katup aorta dan vena pulmonalis kanan
5. Defek tunggal dan tanpa kelainan jantung lainnya yang memerlukan intervensi bedah
6. Muara vena pulmonalis normal ke atrium kiri
7. Hipertensi pulmonal dengan resistensi vaskuler paru (Pulmonary Artery Resistance Index = PARi) kurang dari 7 - 8 U.m2
8. Bila ada gagal jantung, fungsi ventrikel (EF) harus lebih dari 30%.
Operasi harus segera dilakukan bila:
1. Jantung sangat membesar
2. Dyspnoe d’effort yang berat atau sering ada serangan bronchitis.
3. Kenaikan tekanan pada arteri pulmonalis.
Bila pada anak masih dapat dikelola dengan digitalis, biasanya operasi ditunggu sampai anak mencapai umur sekitar 3 tahun.
1. Opersi pada ASD I tanpa masalah katup mitral atau trikuspidal mortalitasnya rendah, operasi dilakukan pada masa bayi.
2. ASD I disertai celah katup mitral dan trikuspidal operasi paling baik dilakukan umur antara 3-4 tahun.
3. Apabila ditemukan tanda – tanda hipertensi pulmonal, operasi dapat dilakukan pada masa bayi untuk mencgah terjadinya penyakit vaskuler pulmonal.
4. Terapi dengan digoksin, furosemid dengan atau tanpa sipironolakton dengan pemantauan elektrolit berkala masih merupakan terapi standar gagal jantung pada bayi dan anak.
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a. Lakukan pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan yang mendetail terhadap jantung.
b. Lakukan pengukuran tanda-tanda vital.
c. Kaji tampilan umum, perilaku, dan fungsi:
1. Inspeksi :
a. Status nutrisi¬¬ – Gagal tumbuh atau penambahan berat badan yang buruk berhubungan dengan penyakit jantung.
b. Warna – Sianosis adalah gambaran umum dari penyakit jantung kongenital, sedangkan pucat berhubungan dengan anemia, yang sering menyertai penyakit jantung.
c. Deformitas dada – Pembesaran jantung terkadang mengubah konfigurasi dada.
d. Pulsasi tidak umum – Terkadang terjadi pulsasi yang dapat dilihat.
e. Ekskursi pernapasan – Pernapasan mudah atau sulit (mis; takipnea, dispnea, adanya dengkur ekspirasi).
f. Jari tabuh – Berhubungan dengan beberapa type penyakit jantung kongenital.
g. Perilaku – Memilih posisi lutut dada atau berjongkok merupakan ciri khas dari beberapa jenis penyakit jantung.
2. Palpasi dan perkusi :
a. Dada – Membantu melihat perbedaan antara ukuran jantung dan karakteristik lain (seperti thrill-vibrilasi yang dirasakan pemeriksa saat mampalpasi)
b. Abdomen – Hepatomegali dan/atau splenomegali mungkin terlihat.
c. Nadi perifer – Frekwensi, keteraturan, dan amplitudo (kekuatan) dapat menunjukkan ketidaksesuaian.
3. Auskultasi
a. Jantung – Mendeteksi adanya murmur jantung.
b. Frekwensi dan irama jantung – Menunjukkan deviasi bunyi dan intensitas jantung yang membantu melokalisasi defek jantung.
c. Paru-paru – Menunjukkan ronki kering kasar, mengi.
d. Tekanan darah – Penyimpangan terjadi dibeberapa kondisi jantung (mis; ketidaksesuaian antara ekstremitas atas dan bawah)
e. Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian – mis; ekg, radiografi, ekokardiografi, fluoroskopi, ultrasonografi, angiografi, analisis darah (jumlah darah, haemoglobin, volume sel darah, gas darah), kateterisasi jantung.
B. Rencana asuhan keperawatan
1. Diagnosa keperawatan : Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur.
Tujuan : Klien akan menunjukkan perbaikan curah jantung.
Kriteria hasil :
a. Frekwensi jantung, tekanan darah, dan perfusi perifer berada pada batas normal sesuai usia.
b. Keluaran urine adekuat (antara 0,5 – 2 ml/kgbb, bergantung pada usia )
Intervensi keperawatan/rasional
a. Beri digoksin sesuai program, dengan menggunakan kewaspadaan yang dibuat untuk mencegah toxisitas.
b. Beri obat penurun afterload sesuai program
c. Beri diuretik sesuai program
2. Diagnosa keperawatan : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen
Tujuan : Klien mempertahankan tingkat energi yang adekuat tanpa stress
tambahan.
Kriteria hasil :
a. Anak menentukan dan melakukan aktivitas yang sesuai dengan kemampuan.
b. Anak mendapatkan waktu istirahat/tidur yang tepat.
Intervensi keperawatan/rasional
a. Berikan periode istirahat yang sering dan periode tidur tanpa gangguan.
b. Anjurkan permainan dan aktivitas yang tenang.
c. Bantu anak memilih aktivitas yang sesuai dengan usia, kondisi, dan kemampuan.
d. Hindari suhu lingkungan yang ekstrem karena hipertermia atau hipotermia meningkatkan kebutuhan oksigen.
e. Implementasikan tindakan untuk menurunkan ansietas.
f. Berespons dengan segera terhadap tangisan atau ekspresi lain dari distress.
3. Diagnosa keperawatan : Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada jaringan; isolasi sosial.
Tujuan :
a. Pasien mengikuti kurva pertumbuhan berat badan dan tinggi badan.
b. Anak mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang sesuai dengan usia
Kriteria hasil :
a. Anak mencapai pertumbuhan yang adekuat.
b. Anak melakukan aktivitas sesuai usia
c. Anak tidak mengalami isolasi sosial
Intervensi Keperawatan/rasional
a. Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang untuk mencapai pertumbuhan yang adekuat.
b. Pantau tinggi dan berat badan; gambarkan pada grafik pertumbuhan untuk menentukan kecenderungan pertumbuhan.
c. Dapat memberikan suplemen besi untuk mengatasi anemia, bila dianjurkan.
d. Dorong aktivitas yang sesuai usia.
e. Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama terhadap sosialisasi seperti anak yang lain.
f. Izinkan anak untuk menata ruangnya sendiri dan batasan aktivitas karena anak akan beristirahat bila lelah.
4. Diagnosa keperawatan : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan status fisik yang lemah.
Tujuan : Klien tidak menunjukkan bukti-bukti infeksi
Kriteria hasil : Anak bebas dari infeksi.
Intervensi Keperawatan/rasional
a. Hindari kontak dengan individu yang terinfeksi
b. Beri istirahat yang adekuat
c. Beri nutrisi optimal untuk mendukung pertahanan tubuh alami.
5. Diagnosa Keperawatan : Risiko tinggi cedera (komplikasi) berhubungan dengan kondisi jantung dan terapi
Tujuan : Klien/keluarga mengenali tanda komplikasi secara dini.
Kriteria hasil :
a. Keluarga mengenali tanda-tanda komplikasi dan melakukan tindakan yang tepat.
b. Klien/keluarga menunjukkan pemahaman tentang tes diagnostik dan pembedahan.
Intervensi Keperawatan/rasional
a. Ajari keluarga untuk mengenali tanda-tanda komplikasi :
Gagal jantung kongestif :
§ Takikardi, khususnya selama istirahat dan aktivitas ringan.
§ Takipnea
§ Keringat banyak di kulit kepala, khususnya pada bayi.
§ Keletihan
§ Penambahan berat badan yang tiba-tiba.
§ Distress pernapasan
§ Toksisitas digoksin
§ Muntah (tanda paling dini)
§ Mual
§ Anoreksia
§ Bradikardi.
§ Disritmia
§ Peningkatan upaya pernapasan – retraksi, mengorok, batuk, sianosis.
§ Hipoksemia – sianosis, gelisah.
§ Kolaps kardiovaskular – pucat, sianosis, hipotonia.
b. Ajari keluarga untuk melakukan intervensi selama serangan hipersianotik
§ Tempatkan anak pada posisi lutut-dada dengan kepala dan dada ditinggikan.
§ Tetap tenang.
§ Beri oksigen 100% dengan masker wajah bila ada.
§ Hubungi praktisi
c. Jelaskan atau klarifikasi informasi yang diberikan oleh praktisi dan ahli bedah pada keluarga.
d. Siapkan anak dan orang tua untuk prosedur.
e. Bantu membuat keputusan keluarga berkaitan dengan pembedahan.
f. Gali perasaan mengenai pilihan pembedahan.
6. Diagnosa Keperawatan : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit jantung (ASD)
Tujuan :
a. Klien/keluarga mengalami penurunan rasa takut dan ansietas
b. Klien menunjukkan perilaku koping yang positif
Kriteria hasil :
a. Keluarga mendiskusikan rasa takut dan ansietasnya
b. Keluarga menghadapi gejala anak dengan cara yang positif
Intervensi Keperawatan/rasional :
a. Diskusikan dengan orang tua dan anak (bila tepat) tentang ketakutan mereka dan masalah defek jantung dan gejala fisiknya pada anak karena hal ini sering menyebabkan ansietas/rasa takut.
b. Dorong keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan anak selama hospitalisasi untuk memudahkan koping yang lebih baik di rumah.
c. Dorong keluarga untuk memasukkan orang lain dalam perawatan anak untuk mencegah kelelahan pada diri mereka sendiri.
d. Bantu keluarga dalam menentukan aktivitas fisik dan metode disiplin yang tepat untuk anak.
A. Evaluasi
Proses : langsung setalah setiap tindakan
Hasil : tujuan yang diharapkan
1. Tanda-tanda vital anak berada dalam batas normal sesuai dengan usia
2. Anak berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang sesuai dengan usia
Anak bebas dari komplikasi pascabedahsumber: berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar