Osteoporosis


A.    PENGERTIAN
Osteoporosis adalah penyakit tulang yang mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat akhirnya menimbulkan kerapuhan tulang.
Osteoporosis adalah suatu keadaan dimana terdapat pengurangan jaringan tulang per unti volume, sehingga tidak mampu melindungi atau mencegah terjadinya fraktur terhadap trauma minimal. Pengurangan masa tulang tersebut tidak disertai dengan adanya perubahan perbandingan antara substansi mineral dan organ tulang.

B.     ETIOLOGI

Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam. Penyebab Osteoporosis dan Faktor Risiko Osteoporosis

Sebenarnya, apa yang menyebabkan terjadinya osteoporosis? Berikut ini beberapa penyebab osteoporosis:
1.      Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita.
Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat.
Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
2.      Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru.
Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
3.      Osteoporosis sekunder dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan.
Penyakit osteoporosis bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan).
Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan osteoporosis.
4.      Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui.
Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.

Faktor Risiko Osteoporosis

1.      Wanita
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu, wanita pun mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun.
2.      Usia
Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia 75-85 tahun, wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan tulang trabekular karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi hormon paratiroid meningkat.
3.      Ras/Suku
Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan asia memiliki risiko terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia rendah. Salah satu alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan menghindari produk dari hewan. Pria dan wanita kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang signifikan meskipun rendah.
4.      Keturunan Penderita osteoporosis
Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah. Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti kesamaan perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga pasti punya struktur genetik tulang yang sama.
5.      Gaya Hidup Kurang Baik
a.       Konsumsi daging merah dan minuman bersoda,
karena keduanya mengandung fosfor yang merangsang pembentukan horman parathyroid, penyebab pelepasan kalsium dari dalam darah.
b.      Minuman berkafein dan beralkohol.
Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan tulang keropos, rapuh dan rusak. Hal ini dipertegas oleh Dr.Robert Heany dan Dr. Karen Rafferty dari creighton University Osteoporosis Research Centre di Nebraska yang menemukan hubungan antara minuman berkafein dengan keroposnya tulang.
Hasilnya adalah bahwa air seni peminum kafein lebih banyak mengandung kalsium, dan kalsium itu berasal dari proses pembentukan tulang. Selain itu kafein dan alkohol bersifat toksin yang menghambat proses pembentukan massa tulang (osteoblas).
c.       Malas Olahraga
Wanita yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat proses osteoblasnya (proses pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan massa tulang akan berkurang. Semakin banyak gerak dan olahraga maka otot akan memacu tulang untuk membentuk massa.
d.      Merokok
Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok sangat rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan.
Disamping itu, rokok juga membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi, penyakit jantung, dan tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat, maka proses pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin jelas menyebabkan osteoporosis baik secara langsung tidak langsung.
Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang tidak akan terasa karena proses pembentuk tulang masih terus terjadi. Namun, saat melewati umur 35, efek rokok pada tulang akan mulai terasa, karena proses pembentukan pada umur tersebut sudah berhenti.
e.       Kurang Kalsium
Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.
6.      Mengkonsumsi Obat
Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit asma dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang. Sebab, kortikosteroid menghambat proses osteoblas. Selain itu, obat heparin dan antikejang juga menyebabkan penyakit osteoporosis. Konsultasikan ke dokter sebelum mengkonsumsi obat jenis ini agar dosisnya tepat dan tidak merugikan tulang.
7.      Kurus dan Mungil
Perawakan kurus dan mungil memiliki bobot tubuh cenderung ringan misal kurang dari 57 kg, padahal tulang akan giat membentuk sel asal ditekan oleh bobot yang berat. Karena posisi tulang menyangga bobot maka tulang akan terangsang untuk membentuk massa pada area tersebut, terutama pada derah pinggul dan panggul. Jika bobot tubuh ringan maka massa tulang cenderung kurang terbentuk sempurna.

C.    TANDA GEJALA
Tanda- tanda osteoporosis
1.      Garis Bahu Miring
2.      Punggung Membengkok
3.      Tinggi Berkurang
4.      Sakit Punggung
5.      Menonjol Abdomen
6.      Nyeri dengan atau tanpa adanya fraktur yang nyata.


Gejala osteoporosis
1.      Kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis senilis), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala. Beberapa penderita tidak memiliki gejala.
2.      Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk.
3.      Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera ringan. Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan ketegangan otot dan sakit.
4.      Tulang lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul. Yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Selain itu, pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan.
5.      Nyeri dengan atau tanpa adanya fraktur. Rasa sakit oleh karena adanya fraktur pada anggota gerak pasien osteoporosis sama dengan pada pasien bukan osteoporosis. Rasa sakit oleh karena adanya kompresi fraktur pada fertebrata pada umunya mempunyai ciri-ciri yang khas yaitu timbul secara mendadak, sakit yang hebat dan terlokalisasi pada daerah vertebra.

D.    PATOFISIOLOGI
Tulang mencapai puncak kepadatan pada usia dekade ke 3 dan osteoporosis bermula dengan kehilangan massa tulang secara diam-diam dengan pengurangan kepadatan mineral tulang sebagai akibat terjadinya ketidakseimbangan proses penyerapan oleh sel osteoklas dengan pembentukan tulang oleh sel osteoblast
Tulang, seperti jaringan tubuh lainnya merupakan jaringan ikat yang dinamik dalam arti metabolisme pembentukan dan penyerapan tulang yang dinamakan ” bone remodelling” yang merupakan fungsi 2 sel tulang yaitu osteoblast dan osteoklast. Dalam masa pertumbuhan, bone remodelling atau bone turnover bergeser kearah pembentukan. Pada umumnya pertumbuhan tulang manusia lengkap pada usia 30 tahun, selain itu tulang diperbarui dengan lingkaran remodelling dimana sel-sel yang terdapat digantikan oleh osteoklast yang disebut bone resorbtion cell sehingga setelah beberapa hari terbentuk beberapa rongga resorbsi kemudian osteoklast akan digantikan oleh osteoblast atau disebut juga bone reforming cell yang mengsintesa beberapa ” growth factor ” (insuline like growth factor I dan II) disertai perubahan ” growth faktor beta” yang merangsang proliferasi osteoblast dan akhirnya osteoblast mengisi rongga mengisi rongga resorbsi setelah beberapa minggu. Densitas mineral tulang menurun bila osteoklast membentuk suatu rongga yang abnormal sehingga tulang kehilangan trabekularnya. Ini terjadi pada periode pasca menopouse. Selain itu massa tulang hilang bila osteoblast gagal mengisi rongga resorbsi sehingga terlihatsebagai penipisan trabekula yang tampak pada usia tua. Remodelling tulang secara primer diatur oleh hormon parathyroid dan kalsitrol.
Osteoporosis terjadi oleh karena hasil abnormal dari proses remodelling tulang diamana resorbsi tulang melampaui pembentukan tulang. Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang memproduksi kolagen (umumnya tipe I) serta komponen non kolagen dari matriks tulang. Osteoklast mempunyai peranan yang penting dalam memineralisasi matriks organik. Osteoklast adalah sel yang mempunyai peranan yang dalam meresorbsi tulang. Osteoblast dan osteoklast dikontrol oleh hormon-hormon sistemik dan sitokin serta faktor-faktor lokal prostaglandin, PTH, kalsitonin, estrogene dan 1,25 dhydroxyvitamin D3 (calcitrol), one alpha

E.     KLASIFIKASI
Adapun klasifikasi osteoporosis yaitu :
1.       Osteoporosis primer
a.       Tipe 1 adalah tipe yang timbul pada wanita pascamenopause
b.      Tipe 2 terjadi pada orang lanjut usia baik pria maupun wanita.
2.      Osteoporosis sekunder. Di sebabkan oleh penyakit-penyakit tulang erosif (misalnya mieloma multiple, hipertiroidisme, hiperparatiroidisme) dan akibat obat-obatan yang toksik untuk tulang (misalnya glukokortikoid). Jenis ini ditemukan pada kurang lebih 2-3 juta klien.

Osteoporosis idiopatik adalah osteoporosis yang tidak di ketahui penyebabnya dan di temukan pada :
1) Usia kanak-kanak (juvenil)
2) Usia remaja (adolesen)
3) Pria usia pertengahan
 

sumber: berbagai sumber

Osteomielitis

A.    Pengertian
Osteomielitis adalah infeksi tulang, lebih sulit di sembuhkan dari pada infeksi jaringan lunak, karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (Pembentukan tulang baru disekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Karena osteomielitis merupakan hasil dari infeksi bakteri pada tulang. Pasien yang beresiko tinggi mengalami Osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu, pasien yang menderita artitis rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang, atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, mengalami nefrosis insisi margial atau dehidrasi luka, atau memerlukan evakuasi hematoma pascaoperasi.
B.     Etiologi
Osteomielitis merupakan hasil dari infeksi bakteri pada tulang. Penderitanya yang khas biasanya anak kecil yang mengeluh karena nyeri pada tulang yang panjang, kadang-kadang disertai dengan riwayat trauma sebelumnya yang lepas dari pengamatan. Pada sebagian kasus, lesi terjadi pada metafisis, bagian dari shaft yang langsung berdekatan dengan lempeng epifis. Jaringan kapiler yang kaya dan saluran vena yang besar pada daerah ini merupakan tempat yang baik untuk mikroorganisme dalam sirkulasi untuk didepositkan, yang kemudian mengalami pertumbuhan yang lebih lanjut. Pada anak-anak dan remaja biasanya osteomielitis disebabkan oleh bakteri staphylococcus aureus, sering sekunder terhadap vesikula atau infeksi kulit yang lain. Kadang-kadang penyebab bakteremia yang melatarbelakangi tidak jelas. Osteomielitis juga menunjukan insiden yang naik pada penderita yang lebih tua.
                  Sebelum ditemukan antibiotic, sering dijumpai osteomielitis tuberkulosa dan bahkan sifilis osteomielitis, tetapi sekarang kedua penyakit tersebut sudah jarang ditemukan. Anak-anak dengan hemoglobinopati , terutama penyakit sickle sel, mempunyai risiko tinggi untuk osteomielitis. Organisme yang tidak biasa, seperti salmonela, kadang-kadang merupakan penyebabnya.
                  Osteomielitis merupakan komplikasi yang diketahui dengan baik dari fraktur jenis compound, terutama apabila luka pada kulit di atasnya sangat lebar dan didapat tulang yang nekrokit terjepit diantara kedua ujung patahan tulang. Osteomielitis bukan meruupakan komplikasi dari fraktur yang tertutup, disamping yang penderita katakana, trauma langsung yang tidak kelihatan merupakan predisposisi terjadinya infeksi tulang di bawahnya.

C.     Tanda dan Gejala
Gambaran klinis osteomielitis tergantung dari stadium patogenesis dari penyakit, dapat berkembang secara progresif atau cepat. Pada keadaan ini mungkin ditemukan adanya infeksi bacterial pada kulit dan saluran napas bagian atas. Gejala lain dapat berupa nyeri yang konstan pada daerah infeksi dan terdapat gangguan fungsi anggota gerak yang bersangkutan.
Gejala dari osteomielitis dapat berupa:
Ø  Nyeri dan atau nyeri tekan pada lokasi infeksi
Ø  Bengkak, merah dan terasa hangat pada lokasi infeksi
Ø  Pengeluaran nanah akibat luka yang tidak kunjung sembuh pada alat gerak yaitu tangan dan kaki


D.    Patolofisiologi
Pada dasarnya penyebab dari osteomielitis adalah staphylococcus aureas merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang organisme patologik lainnya yang sering dijumpai pada osteomielitis meliputi proteas, pseudomonas, dan escerichia coli.
Respons inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari informasi, peningkatan vaskularisasi dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosit pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut menyebabkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya, kemudian akan terbentuk ke abses tulang. Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan, namun lebih sering harus dilakukan insisi atau debridement. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada jaringan abses pada umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak, terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequetrum. Jadi meskipun nampak terjadi proses penyembuhan, namun sequetrm infeksius kronis yang tetap ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik. 
Infeksi disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fukos infeksi di tempat lain (misalnya : tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi di tempat di mana terdapat trauma atau di mana terdapat resistensi rendah, kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas).
Infeksi dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (misalnya : ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (misalnya : fraktur terbuka, cedera traumatic seperti luka tembak, pembedahan tulang).
Teori terjadinya infeksi pada daerah metafisis adalah : 
1.      Teori vaskuler ( Trueta )
            Pembuluh darah pada daerah metafisis berkelok-kelok menyebabkan aliran darah menjadi lambat yang memudahkan bakteri berkenbang biak.
2.      Teori Fagositosis ( Rang )
            Adanya sel-sel fagosit imatur yang tidak dapat memfagosit bakteri sehingga dapat berkembang biak.
3.      Teori Trauma
Infeksi terjadi melalui aliran darah dari focus infeksi dari tempat lain dalam tubuh pada fase bakteriemia dan dapat menimbulkan septicemia. Embolus infeksi kemudian masuk ke dalam juksta epifisis pada daerah metafise tulang panjang. Proses selanjutnya terjadi hiperemi dan edema disertai pembentukan pus yang menyebabkan tekanan dalam tulang bertambah sehingga sirkulasi darah terganggu yang akhirnya menyebabkan nekrosis tulang. Disamping itu terdapat juga proses lain yaitu pembentukan involucrum dengan jaringan sequestrum di dalamnya, terutama pada anak-anak, dan terlihat jelas pada akhir minggu kedua. Apabila pus menembus tulang, maka terjadi pengaliran pus dari involucrum keluar melalui lubang atau sinus ke jaringan lunak dan kulit sekitar.
            Pada tahap selanjutnya penyakit akan berkembang menjadi osteomielitis kronis. Pada daerah tulang kanselosa, infeksi dapat terlokalisir serta diliputi oleh jaringan fibrosa yang membenruk abses tulang kronik yang disebut abses Brodie.
Berdasarkan umur dan pola vaskularisasi pada daerah metafise dan , Trueta membagi proses patologis pada osteomielitis akut menjadi tiga jenis, yaitu : 
1.      Bayi
Dengan adanya vaskularisasi fetal menyebabkan penyebaran infeksi dari daerah metafise dan epifise dapat masuk ke dalam sendi, sehingga tulang dan persendiaan dapat terkena. Lempeng epifise biasanya lebih resisten terhadap infeksi.
2.      Anak
Dengan terbentuknya lempeng epifise serta osifikasi yang sempurna, risiko infeksi pada epifise berkurang oleh karena lempeng epifise merupakan barier terhadap infeksi. Infeksi pada sendi hanya dapat terjadi bila ada infeksi intra-artikuler oleh karena tidak ada hubungan vaskularisasi yang berarti antara metafise dan epifise.
3.      Dewasa
     Sangat jarang terjadi oleh karena lempeng epifise telah hilang.

DAFTAR PUSTAKA


Isselbacher. 1999 . Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.

PENGKAJIAN KEPERAWATAN



A.    PENGERTIAN PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Effendy, 1995).
Pengkajian yang sistematis dalam keperawatan dibagi dalam empat tahap kegiatan, yang meliputi ; pengumpulan data, analisis data, sistematika data dan penentuan masalah. Adapula yang menambahkannya dengan kegiatan dokumentasi data (meskipun setiap langkah dari proses keperawatan harus selalu didokumentasikan juga).
Pengumpulan dan pengorganisasian data harus menggambarkan dua hal, yaitu: status kesehatan klien dan kekuatan – masalah kesehatan yang dialami oleh klien.
Pengkajian keperawatan data dasar yang komprehensif adalah kumpulan data yang berisikan status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan keperawatannya terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya.
Data fokus keperawatan adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya, serta hal-hal yang mencakup tindakan yang dilaksanakan kepada klien.            

B.     TUJUAN PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Tujuan dari tahap pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar klien, Mengidentifkasi dan mengenali masalah-masalah yang dihadapi klien, Mengidentifikasi  kebutuhan kesehatan klien, Mengidentifikasi fisik, mental, social dan lingkungan klien.
C.    MACAM-MACAM DATA
1.      Sumber data Primer, Sumber data primer adalah data-data yang dikumpulkan dari klien, yang dapat memberikan informasi yang lengap tentang masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapinya. Contoh data yang didapat dari hasil wawancara langsung dengan klien.
2.      Sumber data Sekunder, Sumber data sekunder adalah data-data yang diumpulkan dari orang terdekat klien (keluarga), seperti orang tua, saudara, atau pihak lain yang mengerti dan dekat dengan klien.
3.      Sumber data lainnya, Catatan klien (perawatan atau rekam medis klien) yang merupakan riwayat penyakit dan perawatan klien di masa lalu.

D.    TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Agar data dapat terkumpul dengan baik dan terarah, sebaiknya dilakukan penggolongan atau klasifikasi data berdasarkan indentitas klien, keluhan utama, riwayat kesehatan, keadaan fisik, psikologis, sosial, spiritual, intelegensi, hasil-hasil pemeriksaan dan keadaan khusus lainnya.
Cara yang biasa digunakan untuk mengumpulkan data tentang klien antara lain : wawancara (interview), pengamatan (observasi), pemeriksaan fisik (pshysical assessment) dan studi dokumentasi.
WAWANCARA
Wawancara adalah menanyakan atau membuat tanya-jawab yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi oleh klien, biasa juga disebut dengan anamnesa. Wawancara berlangsung untu menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi klien dan merupakan suatu komunikasi yang direncanakan.
Tujuan dari wawancara adalah untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan masalah keperawatan klien, serta untuk menjalin hubungan antara perawat dengan klien. Selain itu wawancara juga bertujuan untuk membantu klien memperoleh informasi dan berpartisipasi dalam identifikasi masalah dan tujuan keperawatan, serta membantu perawat untuk menentukan investigasi lebih lanjut selama tahap pengajian.
Semua interaksi perawat dengan klien adalah berdasarkan komunikasi. Komunikasi keperawatan adalah suatu proses yang kompleks dan memerlukan kemampuan skill komunikasi dan interaksi. Komunikasi keperawatan biasanya digunaan untuk memperoleh riwayat keperawatan. Istilah komunikasi terapeutik adalah suatu teknik yang berusaha untuk mengajak klien dan keluarga untuk bertuar pikiran dan perasaan. Teknik tersebut mencakup ketrampilan secara verbal maupun non verbal, empati dan rasa kepedulian yang tinggi.
Teknik verbal meliputi pertanyaan terbuka atau tertutup, menggali jawaban dan memvalidasi respon klien. Teknik non verbal meliputi : mendengarkan secara aktif, diam, sentuhan dan konta mata. Mendengarkan secara aktif merupakan suatu hal yang penting dalam pengumpulan data, tetapi juga merupakan sesuatu hal yang sulit dipelajari.  
Tahapan wawancara / komunikasi
1.      Persiapan.
Sebelum melaukan komunikasi dengan klien, perawat harus melakukan persiapan dengan membaca status klien. Perawat diharapkan tidak mempunyai prasangka buruk kepada klien, karena akan mengganggu dalam membina hubungan saling percaya dengan klien.
Jika klien belum bersedia untuk berkomunikasi, perawat tidak boleh memaksa atau memberi kesempatan kepada klien kapan mereka sanggup. Pengaturan posisi duduk dan teknik yang akan digunakan dalam wawancara harus disusun sedemikian rupa guna memperlancar wawancara.


2.      Pembukaan atau perkenalan
Langkah pertama perawat dalam mengawali wawancara adalah dengan memperkenalkan diri : nama, status, tujuan wawancara, waktu yang diperlukan dan faktor-faktor yang menjadi pokok pembicaraan. Perawat perlu memberikan informasi kepada klien mengenai data yang terkumpul dan akan disimpan dimana, bagaimana menyimpannya dan siapa saja yang boleh mengetahuinya.
3.      Isi / tahap kerja
Selama tahap kerja dalam wawancara, perawat memfokuskan arah pembicaraan pada masalah khusus yang ingin diketahui. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
a.       Fokus wawancara adalah klien
b.      Mendengarkan dengan penuh perhatian. Jelaskan bila perlu.
c.       Menanyakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien
d.      Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh klien
e.       Gunakan pertanyaan terbuka dan tertutup tepat pada waktunya
f.       Bila perlu diam, untuk memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya
g.      Sentuhan teraputik, bila diperlukan dan memungkinan.
4.      Terminasi
Perawat mempersiapkan untu penutupan wawancara. Untuk itu klien harus mengetahui kapan wawancara dan tujuan dari wawancara pada awal perkenalan, sehingga diharapkan pada akhir wawancara perawat dan klien mampu menilai keberhasilan dan dapat mengambil kesimpulan bersama. Jika diperlukan, perawat perlu membuat perjanjian lagi untuk pertemuan berikutnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan wawancara dengan klien adalah :
a.       Menerima keberadaan klien sebagaimana adanya
b.      Memberikan kesempatan kepada klien untuk menyampaikan keluhan-keluhannya / pendapatnya secara bebas
c.       Dalam melakukan wawancara harus dapat menjamin rasa aman dan nyaman bagi klien
d.      Perawat harus bersikap tenang, sopan dan penuh perhatian
e.       Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
f.       Tidak bersifat menggurui
g.      Memperhatikan pesan yang disampaikan
h.      Mengurangi hambatan-hambatan
i.        Posisi duduk yang sesuai (berhadapan, jarak tepat/sesuai, cara duduk)
j.        Menghindari adanya interupsi
k.      Mendengarkan penuh dengan perasaan
l.        Memberikan kesempatan istirahat kepada klien
Macam wawancara :
1.      Auto anamnese : wawancara dengan klien langsung
2.      Allo anamnese : wawancara dengan keluarga / orang terdekat.
Hambatan wawancara :
1.      Internal :
a.       Pandangan atau pendapat yang berbeda
b.      Penampilan klien berbeda
c.       Klien dalam keadaan cemas, nyeri, atau kondisinya menurun
d.      Klien mengatakan bahwa ia tidak ingin mendengar tentang sesuatu hal
e.       Klien tidak senang dengan perawat, atau sebaliknya
f.       Perawat berpikir tentang sesuatu hal yang lain / tidak fokus ke pasien
g.      Perawat sedang merencanakan pertanyaan selanjutnya
h.      Perawat merasa terburu-buru
i.        Perawat terlalu gelisah atau terburu-buru dalam bertanya
2.      External ;
a.       Suara lingkungan gaduh : TV, radio, pembicaraan di luar
b.      Kurangnya privacy
c.       Ruangan tidak memadai untuk dilakukannya wawancara
d.      Interupsi atau pertanyaan dari staf perawat yang lain.
Teknik pengumpulan data yang kurang efektif :
1.      Pertanyaan tertutup : tidak ada kebebasan dalam mengemukakan pendapat / keluhan / respon. Ex : Apakah Anda makan tiga kali sehari ?
2.      Pertanyaan terrarah : secara khas menyebutkan respon yang diinginkan. Ex : ……………. Anda setuju bukan?
3.      Menyelidiki : mengajukan pertanyaan yang terus-menerus
4.      Menyetujui / tidak menyetujui. Menyebutkan secara tidak langsung bahwa klien benar atau salah. Ex : Anda tidak bermaksud seperti itu kan?
            PENGAMATAN / OBSERVASI
Observasi adalah mengamati perilaku dan keadaan klien untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan keperawatan klien. Observasi dilakukan dengan menggunakan penglihatan dan alat indra lainnya, melalui rabaan, sentuhan dan pendengaran. Tujuan dari observasi adalah mengumpulkan data tentang masalah yang dihadapi klien melalui kepekaan alat panca indra.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan observasi adalah :
1.      Tidak selalu pemeriksaan yang akan kita lakukan dijelaskan secara terinci kepada klien (meskipun komunikasi terapeutik tetap harus dilakukan), karena terkadang hal ini dapat meningkatkan kecemasan klien atau mengaburkan data (data yang diperoleh menjadi tidak murni). Misalnya : `Pak, saya akan menghitung nafas bapak dalam satu menit` —- kemungkinan besar data yang diperoleh menjadi tidak valid, karena kemungkinan klien akan berusaha untuk mengatur nafasnya.
2.      Menyangkut aspek fisik, mental, sosial dan spiritual klien
3.      Hasilnya dicatat dalam catatan keperawatan, sehingga dapat dibaca dimengerti oleh perawat yang lain.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik adalah melakukan pemeriksaan fisik klien untuk menentukan masalah kesehatan klien. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah
1.      Inspeksi
Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan. Hasilnya seperti : Mata kuning (icteric), terdapat struma di leher, kulit kebiruan (sianosis), dll
2.      Palpasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui perabaan terhadap bagian-bagian tubuh yang mengalami kelainan. Misalnya adanya tumor, oedema, krepitasi (patah/retak tulang), dll.
3.      Auskultasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui pendengaran. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.
4.      Perkusi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan mengetuk bagian tubuh menggunakan tangan atau alat bantu seperti reflek hammer untuk mengetahui reflek seseorang (dibicarakan khusus). Juga dilakukan pemeriksaan lain yang berkaitan dengan kesehatan fisik klien. Misalnya : kembung, batas-batas jantung, batas hepar-paru (mengetahui pengembangan paru), dll.
            Pendekatan pengkajian fisik dapat menggunakan :
1.      Head-to-toe (dari kepala s.d kaki)
2.      ROS (Review of System)
3.      Pola fungsi kesehatan (Gordon, 1982)
Setelah data terkumpul, dilakukan pengelompokkan data, yang dapat dilakukan dengan cara :
1.      Berdasarkan sistem tubuh
2.      Berdasarkan kebutuhan dasar (Maslow)
3.      Berdasarkan teori keperawatan
4.      Berdasarkan pola kesehatan fungsional.

E.     KLASIFIKASI DATA
1.      Data Objektif
Merupakan data yang diperoleh melalui suatu pengukuran dan pemeriksaan dengan menggunakan standart yang diakui (berlaku), seperti : warna kulit, tanda-tanda vital, tingkat kesadaran, dll. Data-data tersebut diperoleh melalui `senses` : Sight, smell, hearing, touch dan taste.
2.      Data Subjektif
Merupakan data yang diperoleh dari keluhan-keluhan yang disampaikan oleh klien, misalnya rasa nyeri, pusing, mual, ketakutan, kecemasan, ketidaktahuan.

F.     VALIDASI DATA
Validasi data merupakan perbandingan data subjektif dan data objektif yang di kumpulkan dari sumber primer (klien) dan sekunder (misal: catatan kesehatan) dengan standar  dan nilai normal yang diterima. Suatu standar atau nilai merupakan aturan atau ukuran yang lazim dipakai.
Perawat membandingkan komentar klien, data subjektif, dengan data obyektif klien yang dapat diukur. Perawat memeriksa apakah data objektif memvalidasi data subjektif. Perawat memeriksa apakah nilai klien, subjektif dan objektif, terletak dalam rentang nilai dan standar normal yang lazim dipakai, seperti tanda-tanda vital yang normal, nilai laboratorium, pemeriksaan diagnostic, kelompok makanan dasar, pertumbuhan dan perkembangan yang normal.
Referensi mencatat standard dan nilai yang lazim dipakai untuk temuan laboratorium, pemeriksaan diagnostic, pemeriksaan fisik dan tingkah laku.
  
G.    PENCATATAN DAN PELAPORAN PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pencatatan data adalah bagian terakhir dari pengkajian yang lengkap. Keakuratan dan kelengkapan sangat diperlukan ketika mencatatkan data. Jika suatu hal tidak dicatat, maka hal tersebut hilang dan tidak tersedia pada data dasar.
Kelengkapan dalam dokumentasi data penting untuk dua alasan. Pertama, semua data yang berkaitan dengan status klien dimasukkan. Bahkan informasi yang tampaknyatidak menunjukkan abnormalitas sekalipun dicatat. Informasi tersebut mungkin akan berkaitan nantinya, dan berfungsi sebagai nilai dasar untuk perubahan dalam status. Aturan umum yang berlaku adalah, jika hal itu dikaji maka harus dicatat. Kedua, pengamatan dan pencatatan status klien adalah tanggung jawab legal dan professional.
Kegiatan konsep pendokumentasian meliputi:
1.      Komunikasi
Keterampilan dokumentasi yang efektif memungkinkan perawat untuk mengkomunikasikan kepada tanaga kesehatan lainnya dan menjelaskan apa yang sudah ,sedang,dan yang akan dikerjakan oleh perawat.
2.      Dokumentasi proses keperawatan
Pencatatan proses keperawatan merupakan metode yang tepat untuk pengambilan keputusan yang sistematis,problem solving,dan riset lebih lanjut.dokumentasi proses keperawatan mencakup pengkajian,identifikasi masalah,perencanaan,dan tindakan.perawat kemudian mengobservasi dan mengevaluasi respon klien terhadap tindakan yang diberikan,dan mengkomunikasikan informasi tersebut kepada tenaga kesehatan lainnya.
3.      Standar dokumentasi
Perawat memerlukan sesuatu keterampilan untuk memenuhi standar dokumentasi.standar dokumentasi adalah suatu pernyataan tentang kualitas dan kwantitas dokumentasi yang dipertimbangkan secara adekuat dalam suatu situasi tertentu.standar dokumentasi berguna untuk memperkuat pola pencatatan dan sebagai petunjuk atau pedoman praktik pendokumentasian dalam memberikan tindakan keperawatan.
H.    FORMAT PENGKAJIAN
 (pengorganisasian berdasarkan pola fungsi kesehatan dari Gordon)
Format pengkajian menurut teori dan di rumah sakit (terlampir)
Pada dasarnya pola pengkajiannya sama. Hanya saja ada sedikit perbedaan antara format pengkajian menurut teori dan dalam praktiknya di rumah sakit.

Format pengkajian menurut teori antara lain :
I.                   Data Umum
II.                Pola Fungsi Kesehatan, meliputi :
1.      Persepsi terhadap kesehatan-manajemen kesehatan
2.      Pola aktivitas dan latihan
3.      Pola istirahat dan tidur
4.      Pola nutrisi-metabolik
5.      Pola eliminasi
6.      Pola kognitif-perseptual
7.      Pola konsep diri
8.      Pola koping
9.      Pola seksual-reproduksi
10.  Pola peran-berhubungan
11.  Pola nilai dan kepercayaan
III.             Pemeriksaan Fisik (data objektif), meliputi :
1.      Data plenik
2.      Penafasan dan sirkulasi
3.      Metabolic-integumen
4.      Persyarafan/sensorik
5.      Muskulo-skeletal
IV.             Rencana Pulang
V.                Tanda tangan dan tanggal

Format pengkajian di rumah sakit
I.                   Pengkajian diperoleh dari
II.                Identitas pasien
III.             Data fisik, meliputi :
A.    Riwayat penyakit sekarang atau alasan masuk RS
B.     Keluhan utama saat ini
C.     Riwayat penyakit terdahulu
D.    Riwayat penyakit keluarga
E.     Riwayat pertumbuhan dan perkembangan (pasien balita)
F.      Pola pemeliharaan kesehatan, meliputi :
1.      Nutrisi
2.      Aktivitas dasar
3.      Kebersihan diri
4.      Eliminasi
5.      Istirahat tidur
G.    Pemeriksaan fisik cepalo-caudal, meliputi :
1.      Kesadaran umum
2.      Pemeriksaan kepala dan leher
3.      Pemeriksaan dada
4.      Pemeriksaan abdomen
5.      Pemeriksaan ekstremitas
IV.             Data Psikososial, meliputi : perilaku, suasana hati, hubungan dengan orang lain, dan mekanisme koping
V.                Data Spiritual, meliputi : kegiatan beribadah
VI.             Program Terapi Dokter
VII.          Data Penunjang
VIII.       Masalah Keperawatan



DAFTAR PUSTAKA

1.      Potter, Patricia A (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses, dan praktik. yogyakarta: Buku kedokteran EGC.
2.      http://www.google.co.id/#hl=id&source=hp&biw=1024&bih=406&q=pengkajain+keperawatan&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=&fp=d3b3af5896ffdfd6